Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka kepada 3 (tiga) orang Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung terkait dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji pembahasan dan pengesahan APBD dan APBD-P tahun 2014-2019
Adapun 3 (tiga) orang Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung yang ditetapkan menjadi tersangka yaitu AM ( Adib Makarim), AG (Agus Budiarto) dan IK (Imam Kambali)
“Kami akan menyampaikan informasi terkait penyidikan perkara atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung,”papar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menyampaikan kepada wartawan dalan jumpa pers, Rabu (3/8/2022).
Lebih lanjut, Karyoto yang didampingi Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menyampaikan penetapan tersangka bersumber dari berbagai informasi dan data serta keterangan maupun adanya fakta persidangan dalam perkara Terpidana Syahri Mulyo mantan Bupati Tulungagung dan Terpidana Supriyono mantan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud.
Selanjutnya KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka.
“Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka AM (Adib Makarim) 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 3 Agustus 2022 s/d 22 Agustus 2022 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih,”jelas Karyoto
Lanjut ia, KPK mengimbau untuk 2 (dua) Tersangka lainya, yaitu AG (Agus Budiarto) dan IK ( Imam Kambali)
untuk kooperatif hadir pada jadwal
pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik.
Adapun Konstruksi perkara, diduga telah terjadi AM (Adib Makarim), AG (Agus Budiarto) dan IK (Imam Kambali)
yang menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus
merangkap jabatan selaku Wakil Ketua Anggaran periode tahun 2014 s/d 2019, sekitar bulan September 2014 bersama Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama melakukan rapat pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2015.
Dimana dalam pembahasan tersebut terjadi deadlock dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
Pemerintah Kabupaten Tulungagung.
Akibat deadlock tersebut, Supriyono sebagai Ketua DPRD bersama AM (Adib Makarim), AG (Agus Budiarto) dan IK (Imam Kambali) kemudian melakukan
pertemuan dengan perwakilan TAPD dan dalam pertemuan tersebut diduga Supriyono, AM (Adib Makarim), AG (Agus Budiarto) dan IK (Imam Kambali)
berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD TA 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah “uang ketok palu”.
Adapun nomimal permintaan “uang ketok palu” yang diminta Supriyono, AM (Adib Makarim), AG (Agus Budiarto) dan IK (Imam Kambali) tersebut diduga senilai Rp1 Miliar dan selanjutnya perwakilan TAPD menyampaikan pada Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui.
Selain uang ketok palu diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD.
Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018.
Diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK (Imam Kambali) sebagai perwakilan Supriyono, AM (Adib Makarim), AG (Agus Budiarto) untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo, diantaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan perubahan APBD.
“Para tersangka diduga masing-masing menerima “uang ketok palu” sejumlah sekitar Rp230 juta,”jelasnya
Atas perbuatannya, para disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab UndangUndang Hukum Pidana.
Terkait kasus tersebut, KPK prihatin korupsi pengesahan anggaran yang dilakukan oleh para wakil rakyat yang seharusnya bekerja mengemban amanah untuk kesejahteraan rakyat. Namun justru menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri melalui praktik-praktik korupsi.
Korupsi pada perencanaan dan pengesahan anggaran menjadi titik awal terjadinya siklus korupsi pada tahapan berikutnya, yakni pelaksanaan belanja barang dan jasa, serta tidak menutup kemungkinan membuka celah korupsi pada tahap pertanggungjawaban anggarannya sehingga menjadikan siklus korupsi anggaran terus berputar.
“KPK meminta, seluruh pejabat menyadari bahwa APBN dan APBD adalah hasil keringat rakyat. Sehingga harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,”tegasnya. (tugas)